Monday, September 19, 2022

A Marriage Note : It's been 10 years (and counting).

September 19, 2022 0 Comments

 
Sebetulnya, belum pas 10 tahun persis sih, cuma soon, haha. Saya akan resmi menikah selama sepuluh tahun pada tanggal 10 November tahun ini. Something yang saya rasa perlu saya tulis disini - because it's unpredictable, for me especially.



 

Dulu waktu saya kuliah, saya sering banget nulis soal relationship dan menjadi perempuan dengan segala dramanya di blog lama saya (yang saya hapus ketika saya menikah karena beneran buntu mau nulis apa, hehe). Karena menulis tuh bisa jadi terapi untuk mengungkapkan perasaan yang (mungkin) nggak bisa saya sampaikan karena gengsi saya ketinggian, haha. Seringnya itu tuh yang bikin segalanya jadi ribet dan berantakan.

 

But that's old tale baby, hehe. I'm marrying someone for 10 years eventually. Apa selama 10 tahun menikah kita baik baik aja tanpa kendala? Ya nggak lah, wkwkwk, jujur banget saya nulis ini. Tapi setidaknya beberapa hal yang saya sampaikan ke dia, tepat sebelum kita lamaran, itu berguna banget untuk jadi pondasi kita bertahan. 

Saya termasuk detail sekali waktu itu membicarakan agreement apa saja yang harus kita sepakati bersama, bahkan seorang teman sudah sempat menawarkan jasa bikin prenup gratis segala. But yes, call me old fashioned, but I am firm believer that “love does exist.” Jadi saya merasa waktu itu, saya sudah cukup secure dengan sedikit harta yang saya bawa sebelum menikah. Jadi sisanya kalo kata orang awam mah "lillahi taala" niat beneran nikah aja.

 

Relationship is for normal people and I was such a mess (in the past).

Saya dengan jelas menyampaikan bahwa saya hanya mau dua anak maksimal (entah laki laki atau perempuan) dan saya mau tetap bekerja. Saya juga memaparkan bahwa saya punya hak untuk memilih kontrasepsi apapun yang saya mau - bila diperlukan. Saya juga bilang pekerjaan rumah harus dibagi, bahkan ketika ada ART. Jujurly, saya nggak suka laki laki yang mengkotak-kotakkan pekerjaan rumah tangga sebagai pekerjaan perempuan. Saya juga sangat terbuka tentang uang, siapa yang harus mengelola, tabungan bersama seperti apa, goals kita apa, mau tinggal dimana. Rules mutlak adalah ketika saya sampaikan bahwa cheating dan KDRT itu redflag. Saya tidak memberi toleransi atas dua hal tersebut. Saya tuh jadi perempuan nggak ribet, hidup sendiri atau dengan pasangan, saya akan tetap jadi diri saya sendiri. Saya nggak ikhlas kalo hanya dengan menikah, saya lantas kehilangan identitas.

 

Saya paham bahwa semua hubungan termasuk pernikahan itu beratnya di komitmen. Jadi saya bener bener menekankan waktu itu : this is do or die. Saya nggak bisa menjalani hidup separuh separuh. Mengutip kata sesorang dosen saya dulu, bahwa kesetiaan itu bukan sesuatu yang bisa dibebankan, kita akan dengan senang hati melakukannya bila ada respect dan menganggap dia orang yang tepat. Saya sebetulnya tidak masalah semisal tidak menikah atau terlambat menikah jika seandainya waktu itu tidak mendapatkan kesepakatan yang jelas dengan seseorang. I mean, why? Life is hard as it is – without choosing someone who potentially makes you feel uncomfortable, or even worse, miserable?

 

Tapi balik lagi, seperti kata orang, jodoh itu nggak akan kemana. Setelah kita muter muter, karena selama 5 tahun kenal pun, saya dan dia sudah mencoba membuat relasi dengan orang lain dan tidak berakhir happy ending. I was never a wifey material, he knew that. Karena pernah beberapa kali gagal dalam suatu hubungan, saya sedikit banyak jadi lebih paham bahwa hubungan apapun termasuk menikah sangat perlu understanding, selain cinta pastinya. Pasti inget waktu kita dulu masih muda tuh kita nyebutin segambreng list kriteria yang jadi patokan soal pasangan. Maunya yang kerjanya bagus, yang punya punya ini itu, yang baik lah, yang bisa dipamerin lah, haha. Tapi sampai pada akhirnya, kalo mau jujur, life is much much more than that. Apa kita sendiri juga sebagus itu sih? Saya sih secara personal sadar kalo saya banyak kurangnya, makanya saya tuh sering bilang sama pasangan dengan mengutip lirik lagu soundtrack Music and Lyrics - Don't Write Me Off : "Based on my track record, I might not seem like the safest bet." But I do deserve to be happy, we all deserve to be happy. Jadi sangat penting untuk mencoba memahami bahwa nggak ada hal yang sesempurna imajinasi kita. Kebahagiaan itu kita sendiri koq yang menentukan – dan saya merasa cukup dengan kehidupan saya (waktu itu), tapi kalo ternyata ada orang yang mau diajak berbagi pikiran dan menjalani hidup bersama, itu rezeki juga.

 

Kalo ada perempuan yang emang passionnya berumah tangga dan pattern-nya emang nurut banget sama suaminya, nah itu bukan saya, wkwkwk. Sampai suatu waktu ada temen saya komen : lo nikah apaan sih segala sampe negosiasi segitunya? But hey, marriage is just like any relationship, but with legal document.

 

Saya beruntung punya pasangan yang bisa diajak ngomong dan mikir. Bahkan ketika skeptis soal kasus perselingkuhan atau apa, ya biasalah ketika saya komen ala emak-emak (ya saya kan ibu-ibu juga) - suami suka bilang, banyak koq yang jodohnya awet sampe tua, jangan ngeliat ke negative side mulu.

 

Sometimes suka ditanya juga sama temen atau yang kenal kenal gitu, suaminya kenapa jarang di post, atau kenapa kadang masih santai foto sendirian? Lah emang kenapa, karena ya nggak ada apa - apa wkwkwk. Kita nggak perlu segitunya trying too hard to impress society. Jodoh tuh emang udah ada yang ngatur, kalo saya yang blak blakan kayak gini nih, harus jadi ibu sosialita atau ibu pejabat gitu - ya nggak akan bisa. Saya angkat tangan kalo harus menghadapi hal-hal yang artifisial dan sekedar ramah tamah. Udah beda segmen aja, dan jangan ditanya kenapa, haha. Bahagianya punya pasangan juga lowkey-nya sama. Kita lebih suka hidup tanpa spotlight.

 

Banyak hal yang pastinya perlu ditoleransi, dan postingan ini jelas nggak akan membuka aib atau dapur rumah tangga karena sebagai perempuan Jawa saya setuju dengan konsep mikul duwur mendem jero. Jelas nggak mungkin kalo harus menulis sederet list tentang apa aja sih yang sudah kita korbankan hingga sampai ke titik ini, tapi kita selalu bersyukur ada di track yang sama. Kita tuh sebagai individu jelas punya beberapa keinginan yang nggak akan bisa dikompromikan, meskipun basically, dia lebih sabar dan paham bahwa Gemini tuh ribet, haha. Just so you know, he’s Libra. But we're trying to cope with that and continue learning, day by day.

 

Kesimpulannya apa sih?

 

Menikah itu salah satu proses hidup aja, kalo soal timeline yang bilang kita wajib sekolah, kuliah, kerja, menikah dan seterusnya, itu timeline yang bikin manusia juga woy. Jangan menikah karena dikejar waktu, karena capek ditanya tanya, atau karena kepentok hal lainnya. Kalo tujuan menikah kamu cuma pengen bahagia - itu juga salah sih menurut saya. Kamu harus bahagia sama diri kamu dulu, baru memulai relasi sama orang lain. Karena ketika kita bawa baggage yang bikin kita nggak bahagia dan masuk ke relationship baru, ujung-ujungnya ya nambah masalah, berpotensi insecure dan rawan kasus di depannya.

 

Mengutip twit saya yang ini, jangan sampe kamu ketika udah jalan nikah terus tiba tiba kepikiran what if atau seandainya jalannya nggak menikah sama dia gimana ya? Nah kurang kurangin tuh gaul sama orang yang mindset-nya ruwet kayak gitu. Lha kalo nggak yakin yakin amat dan siap mental serta finansial ya jangan nikah, haha.

 

Menikah itu big deal sekali, banyak yang harus dikorbankan juga, dan perlu keikhlasan yang luar biasa. So spend your time wisely. Nggak ada safety net dalam hidup ini, apapun bisa terjadi.

Last, this is what I wrote for my husband, back in 10 years ago when he asked me to marry him.

 

I won't promise you that the road (we're gonna take) can be overwhelmingly pretty, but I'll hold your hard during the storm, as far as you sit back and enjoy the ride.